WELCOME TO MY PSYCHOLOGY

Selamat datang di blog psikologiku-dunia psikologi... semoga bermanfaat

Selasa, 17 Januari 2012

PENGANTAR PSIKOLOGI FAAL


Pengantar Psikologi Faal

A. Pengertian
B. Pendekatan Biopsikologi
C. Perilaku Biologis
1.  Apakah Perilaku Disebabkan oleh Faktor Psikologis atau Faktor Fisiologis
2. Apakah Perilaku Merupakan Hasil Keturunan (Genetik/Nature) atau Hasilc 
    Belajar (Nurture)
3. Masalah-masalah yang Muncul dari Cara Berpikir Dikotomi

D. Perkembangan Perilaku (lnteraksi antara Faktor Genetik dan Pengalaman)
1. Seleksi Perkembangbiakan Tikus "Pintar" dan Tikus "Bodoh"
2. Phenylketonuria: Penyimpangan Metabolisme Gen Tunggal

Psikologi Faal sebagai cabang Psikologi mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dalam pengembangan teoritisnya maupun dalam penerapannya. Pada dekade terakhir, Psikologi Faal dikembangkan oleh dunia barat sebagai cabang ilmu yang disebut BIOPSIKOLOGI. Tujuan dari Psikologi Faal atau Biopsikologi adalah memahami perilaku berdasarkan aspek biologisnya. Dalam bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian dan kegunaan Psikologi Faa!.

A. PENGERTIAN
PSIKOLOGI FAAL, berasal dari Psikologi dan Ilmu Faal. PSIKOLOGI adalah Ilmu yang mempelajari perilaku manusia (Bigot, dkk, 1950), sedangkan ILMU FAAL adalah Ilmu yang mempelajari tentang fungsi dan kerja alat-alat dalam tubuh.

]adi Psikologi Faal adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan fungsi dan kerja alat-alat dalam tuhuh.

Dalam mempelajari perilaku manusia kita mengenal adanya 3 fungsi utama yang mempengaruhi perilaku individu, yaitu:
  1. fungsi kognisi (pikiran),
  2. jungsi afeksi (emosi),
  3. fungsi konasi (kemauan l kehendak).

Dalam Psikologi Faal, titik berat perhatian kita adalah meninjau kondisi faali atau kondisi biologis yang mempengaruhi fungsi-fungsi perilaku tersebut.

Sebelum kita dapat memahami fungsi dan kerja alat-alat tubuh yang mempengaruhi perilaku seseorang, lebih dahulu kita perlu mengenal anatomi alat-alat tubuh. ANATOMI adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari susunan atau struktur alat-alat tubuh. Oleh karena itu dalam Psikologi Faal, selain kita belajar fungsi dan kerja alat-alat tubuh yang mempengaruhi perilaku, kitajuga akan mengenal anatomi dari alat-alat tubuh.

Jadi dalam Psikologi Faal akan dipelajari:
  1. Alat-alat yang bekerja pada waktu fungsi kognitif, afektif, dan konasi berlangsung
  2. Proses-proses yang berlangsung pada alat-alat tubuh tersebut

Menurut fungsinya, alat-alat tubuh dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
  1. Alat-alat untuk Pertukaran Zat
  2. Alat-alat untuk Reproduksi
  3. Alat-alat untuk Gerak
  4. Alat-alat untuk Koordinasi

Meskipun dibagi atas kelompok-kelompok seperti tersebut diatas, namun fungsi dari kelompok-kelompok tersebut berkaitandengan erat. Contohkonkritnyadapat kita simak dari uraian berikut ini;

Organisme perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan atau bereaksi terhadap perubahandi dalam lingkungan untuk mempertahankan hidup (antara lain digunakan alat-alat untuk reproduksi dan alat-alat gerak). Untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam mempertahankan hidup ia memerlukan alat-alat koordinasi, tanpa alat-alat koordinasi tidak dapat terjadi koordinasi antara alat-alat tubuh dan tidak dapat terjadi penyesuaian dengan lingkungan atau reaksi terhadap perubahan dalam lingkungan, sedangkanalat-alat koordinasi memerlukan alat-alat pertukaran zat agar dapat berfungsi.

Yang termasuk dalam alat-alat koordinasi adalah:
1. Alat-alat Indera
2. Susunan Saraf Pusat
3. Susunan Saraf Perifer
4. Alat-alat Endokrin

Alat-alat tersebut bekerja pada saat dilakukan fungsi kognitif, afektif, maupun konasi. Oleh karena itu dalam Psikologi Faal ini titik beratkita pada alat-alat koordinasi, karena tanpa alat-alat koordinasi tidak dapat terjadi koordinasi antara, alat-alat tubuh dan tidak dapat terjadi penyesuaian dengan lingkungan atau reaksi terhadap perubahan dalam lingkungan.

B. PENDEKATANBIOPSIKOLOGI
BIOPSIKOLOGI adalah cabang dari Ilmu Saraf yang berkaitan dengan segi biologis dari perilaku. Beberapa ahli menyebutnya dengan "psikobiologi" atau "perilaku biologis" atau "Behavioral Neuroscience" karena menitik beratkan pada pendekatan biologi dalam memahami psikologi. Jadi Psikologi Faal dalam perkembangan baru juga disebut dengan BIOPSIKOLOGI.

Sejak Psikologi lahir, pendekatan secarsa biopsikologi secara implisit sudah diungkapkan, namun secara eksplisit baru muncul pada karya D.O Hebb (1949), "Organization of Behavior". Dalam karyanya tersebut, Hebb mengemukakan teori yangkomprehensif tentang fenomena psikologi yang berkaitan dengan persepsi, emosi, pikiran dan memori yang mungkin dikontrol melalui aktivitas otak. Teori tersebut merupakan salah satu dasar yang penting dalam menguraikan dan mengkonkritkan pembahasan tentang perilaku manusia yang kompleks dan kasat mata.

Meskipun BIOPSIKOLOGI tergolong ilmu yang masih muda, namun ia memiliki perkembangan yang cepat dan memiliki kaitan yang erat dengan disiplin ilmu yang lain, diantaranya:
  1. Biological Psychiatry, membahas tentang biologi yamg berkaitan dengan penyimpangan psikiatris dan perlakuan (treatment) terhadap penyimpangan tersebut melalui manipulasi otak.
  2. Developmental Neurobiology, membahas tentang perubahan sistem saraf sejalan dengan kemasakan dan usia; neurobiology biasa juga disebut dengan neuroscience
  3. Neuroanatomy, mempelajari tentang struktur atau anatomi sistem saraf
  4. Neurochemistry, mempelajari proses-proses kimiawi yang muncul akibat aktivitas saraf, terutama proses yang mendasari transmisi sinyal melalui sel-sel saraf
  5. Neuroendocrinology, mempelajari interaksi antara sistem saraf dengan kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon-hormon yang diproduksinya
  6. Neuroethology, mempelajari kaitan antara sistem saraf dan perilaku yang muncul dalam lingkungan alami hewan dan dalam lingkungan laboratorium yang dikontrol ketat
  7. Neuropathology, mempelajari penyimpangan sistem saraf
  8. Neuropharmacology, mempelajari efek obat-obatan pada sistem saraf, terutama yang mempengaruhi transmisi sel saraf
  9. Neurophysiology, mempelajari respon sistem saraf, terutama yang terlibat dalam transmisi sinyal elektronik melalui sel-sel saraf dan antara sel-sel saraf


Biopsikologi sebagai cabang ilmu dari Psikologi dibagi dalam 5 bagian utama, yaitu:
  1. Physiological Psychology, fokusnya pada manipulasi sistem saraf melalui operasi, terapi elektrik, dan terapi kimiawi dalam kondisi eksperimen yang dikontrol dengan ketat. Jadi dalam eksperimennya biasa digunakan hewan sebagai subjek penelitian.
  2. Psychopharmacology, bergerak dalam bidang yang sarna seperti Physiological Psychology, namun fokusnya lebih kepada obat-obatan (zat kimia) yang mempengaruhi sistem saraf dan selanjutnya berpengaruh pada perilaku. Pengaruh zat kimia terhadap otak ini tidak semata-mata berkonotasi buruk (misalnya pengaruh zat depresif (melemahkan) terhadap aktivitas otak), tetapijuga berusaha menemukan zat-zat kimia yang berguna dalam penyembuhan kerusakan otak dan zat-zat yang dapat mengurangi kecanduan obat.
  3. Neuropsychology, mempelajari kemunduran perilaku akibat kerusakan otak.

Pengembangan ilmu dalam neuropsychology umumnya tidak dapat dilakukan melalui eksperimen tetapi berdasarkan kasus yang ada atau melalui penelitian quasieksperimen terhadap pasien-pasien yang menderita kerusakan otak yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau operasi (karena kita tidak dapat merusak otak dengan segaja untuk melakukan penelitian).

Disiplin ilmu ini memfokuskan pada bagian otak yang disebut dengan neokorteks, yaitu bagian luar dari cerebral hemispheres yang paling mudah rusak oleh operasi maupun kecelakaan.

Neuropsychology paling banyak diterapkan dalam cabang-cabang ilmu biopsikologi karena alat-alat tes yang digunakan dalam asesmen neuropsikologi sangat membantu dalam menentukan diagnosa dan memberikan terapi yang tepat, selain bermanfaat pula untuk perawatan lanjut dan konseling bagi penderita kerusakan otak.

Contohnya dapat kita lihat pada kasus di bawah ini:
R, seorang laki-laki kidal berusia 21 tahun, pernah mengalami benturan kepala di
dashboard mobil pada kecelakaan lalu lintas 2 tahun yang lalu. Setelah kecelakaan ia pingsan beberapa saat dan mengalami amnesia dalam jangka waktu yang sangat pendek. Selain itu tak tampak luka lain selain jahi an di pelipis. Sebelum kecelakaan itu terjadi, R adalah seorang mahasiswa fakultas hukum yang berprestasi (meskipun ia berasal dari jurusan IPA semasa SMA tetapi ia sangat tertarik pada bidang hukum).

Tetapi satu tahun setelah kecelakaan ia mengalami beberapa masalah dalam belajar, ia selalu kesulitan dalam membuat paper dan mencapai nilai tinggi dalam pelajaran-pelajaran yang memerlukan daya ingat, bahkan sering tidak lulus meskipun ia merasa sudah belajar jauh lebih keras daripada sebelwnnya. Dari neurolo g didapatkan hasil EEG dan CT-scan yang normal, artinya tidak dideteksi adanya abnormalitas dalam otak R. Akhirnya R melakukan serangkaian asesmen neuropsikologi yang menghasilkan beberapafakta yang menarik.Pertaina, R, adalah salah satu dari 1/3 populasi orang kidal yang pusat bahasanya terletak di bagian kanan hemisphere dan bukan di bagian kiri hemisphere seperti orang kidal pada umumnya. Fakta ini tidak hanya cocok untuk mengintepretasi kesulitan belajar yang dialami R (karena hasil tes IQ-nya superior tetapi kemampuan ingatan verbal dan kemampuan membacanya sangat rendah), tetapijuga membuktikan bahwa R memerlukan penanganan medis (operasi otak) karena kemungkinan bagian kanan lobus temporalnya (temporal lobe) mengalami sedikit kerusakan saat terjadi kecelakaan sehingga menimbulkan masalah dalam kemampuan bahasanya. Kedua, berdasarkan hasi/ asesmen dan diagnosa secara nerupsikologis di atas, kita dapat memberikan saran bahwa sebaiknya R tidak terjun dalam lapangan pekerjaan atau studi yang banyak membutuhkan kemampuan bahasa dan ingatan. Akhirnya R memutuskan untuk menekuni bidang arsitektur. (Pinel, 1993).

  1. Psychophisiology, fokusnya mempelajari kaitan antara fisiologi dan perilaku dengan cara mencatat respon-respon fisiologis manusia yang disebabkan oleh reaksi-reaksi psikologisnya (seperti atensi, emosi, proses penerimaan informasi). Prosedur penelitiannya dilakukan secara non-invasive, yaitu pencatatan reaksi yang diambil dari permukaan tubuh (tidak mengoperasi bagian dalamnya). Umumnya yang digunakan untuk mengukur aktivitas otak adalah electroencephalogram (EEG) yang ditempelkan di kulit kepala. Selain aktivitas otak, reaksi fisiologis lain yang umumnya dicatat dalam psikofisiologi adalah ketegangan otot, gerakan mata, sistem saraf otonom (yang menimbulkan refleks, seperti detak jantung, tekanan darah, dilatasi pupil mata dan getaran elektrik di kulit).

  1. Comparative Psychology, bagian dari biopsikologi yang lebih menekan kan pada perilaku biologis daripada perilaku yang disebabkan oleh mekanisme sistem saraf. Comparative psychology mempelajari perbandingan perilaku spesies yang berbeda-beda dan fokusnya pada genetik, evolusi, dan perilaku adaptasi dari berbagai spesies. Berbeda dengan ahli ahli ethology yang melakukan penelitian quasi-eksperimenpada spesies di lingkungan asalnya, maka comparative psychology cenderung menciptakan lingkungan yang semi terkontrol dalam laboratorium untuk melihat reaksi perilaku spesies.

c. PERILAKU BIOLOGIS
Tendensi manusia adalah untuk berpikir secara dikotomi, baik-buruk, benar-salah, menarik tidak menarik, dan sebagainya. Ini adalah dari berpikir yang sederhana. Demikian juga halnya bila kita dihadapkan pada masalah perilaku, pertanyaan yangbiasa muncul adalah:
 1) Apakah perilaku itu bersifat psikologis atau fisiologis?
(2) Apakah perilaku itu hasil keturunan atau hasil belajar?

1. Apakah Perilaku Disebabkan oleh Faktor Psikologis atau Faktor Fisiologis? Pendapat ini muncul sejak zaman Renaissance dimana ilmu-ilmu yang ada berkembang berdasarkan pemikiran dan dogma-dogma yang belum dibuktikan lewat kenyataan. Menurut dogma-dogmayangberlaku saat itu,perilakumanusia semata-mata disebabkan oleh hukum alam (faktor fisiologis).

Beberapa ahli ilmupengetahuan ingin membuktikanfenoma perilaku melalui kenyataan dan bukan melalui dogma dan pemikiran filsafati. Pada zaman renaissance tersebut sering terjadi. bentrokan pendapat antara ahli yang berpikiran modem dan berpikiran dogmatis.

Sampai muncul Rene Descartes (dibaca: Day Cart) yang menjembatani kedua perbedaan tersebut dengan menyatakan bahwa dunia ini terdiri dari dua elemen utama, yaitu:

(I)  Benda benda Fisik, atau benda-benda yang perilakunya disesuaikan dengan   hukum  alam dan dapat dijadikan objek penelitian ilmiah, 

(2)  Pikiran Manusia (iiwa atau spirit) yang tidak berkaitan dengan benda fisik tetapi      
      mengkontrol perilaku manusia.

Menurut Descartes, bagian tubuh manusia, termasuk didalamnya adalah otak, adalah bagian tubuh yang sifatnya sangat fisikoOleh karena itu adalah perbedaan antara otak dan pikiran manusia. Otak bersifat sangat fisik, sedangkan pikiran manusia yang mengontrol perilaku bersifat psikologis.

2. Apakah Perilaku Merupakan Hasil Keturunan (Genetik/Nature) atau Hasil Belajar (Nurture)?

Perdebatan mengenai perilaku itu hasil keturunan atau hasil belajar sudah banyak dikenal melalui konsep nature (alami/keturunan) vs. nurture (hasil pengaruh lingkungan/belajar).

Kebanyakan ahli dari Amerika, khususnya Amerika Utara adalah penganut behaviorism yang menyatakan bahwa perilaku adalah sepenuhnya hasil dari pengaruh lingkungan (misalnya melalui proses belajar).

Penelitian John B.Watson (bapak behaviorism) menunjukkan bahwa bayi-bayi keturunan penipu, perampok, pembunuh, dan pelacur dapat tumbuh tanpa sarna sekali menunjukkan perilaku yang mirip dengan orangtuanya apabila diasuh dalam lingkungan yang sarna sekali berbeda dengan lingkungan orangtuanya. Sebaliknya, anak seorang pengusaha yang pintar dan sukses dapat menjadi sangat bodoh dan tumbuh menjadi perampok apabila dibesarkan dalam lingkungan yang buruk.

Berlawanan dengan pendapat di atas, para ahli Eropa yang menganut paham ethology menyatakan bahwa perilaku didasarkan pada instinctive behavior, yaitu perilaku yang umumnya muncul pada spesiesyangsarnameskipuntidakadakesempatan untuk mempelajari perilaku itu terlebih dahulu. Contohnya perilaku menghisap pada bayi. Meskipun pada perkembangannya perilaku instinktif ini kurang banyak dianut orang, tetapi kondisi inilah yang menandai perkembangan awal psikologi.

3. Masalah-masalah yang Muneul dari Cara Berpikir Dikotomi
a. Berpikir dikotomi mengenai perilaku yang disebabkan oleh faktor psikologis atau fisiologis Cara berpikir dikotomi mengenai perilaku yang semata-mata disebabkan oleh faktor psikologis dapat menimbulkan masalah karena proses psikologis yang paling kompleks sekalipun (memori,emosi) dapat tidak berlangsung apabila terjadi kerusakan otak (fisiologis). Sebaliknya, yang memiliki pendapat bahwa perilaku semata-mata disebabkan oleh faktor fisiologis juga dapat menjadi masalah, karena pada kenyataannya banyak perilaku-perilaku makhluk hidup (non manusia) yang bisa menyerupai manusia meskipun secara fisiologis berbeda dengan manusia.


Kedua masalah yang timbul di atas (sebab psikologis dan sebab fisiologis) sebenarnya bermuara pada satu masalah utama yang menyebabkan perilaku, yaitu self-awareness (kesadaran diri). Contoh kesadaran diri yang berkaitan dengan perilaku tidak semata-mata disebabkan oleh aspek psikologis dapat dijelaskan melalui fenomena asomatognosia, yaitu kurangnya kesadaran terhadap bagian tubuhnya sendiriyangumumnyadialami oleh individu yang mengalami kerusakan pada bagian kanan lobus parietal-nya sehingga bagian tubuh sebelah kirinya tidak dirasakan. Contohnya kasus "orang yang terjatuh dari tempat tidur" (Sacks, 1985; Pinel 1993).

Seorang pasien yang mengalami asomatognosia dirawat di sebuah rumah sakit. Sebagai pembuktiankesadaran diri terhadap kakinya, Sacks meletakkan sebuah potongan kaki orang lain yang menjadi korban kecelakaan disamping tempat tidur pasien tersebut ketika ia tertidur lelap. Saat terbangun, ia begitu kaget melihat sepotollg kaki yang mengerikan terletak ditempat tidurnya, ia lalu melemparkan kaki itu dan berteriak, "Dokter... kaki siap
yang mengerikan itu?". Sacks menjawab, "Itu kakimu, apakah kamu tidak tahu bahwa itu kakimu sendiri". Pasien itu kemudian turun dari tempat tidur dan berjalan ke tempat kaki yang tadi dibuangnya dan dipegangnya kaki itu, "Ah dokter cuma bercanda!", Sacks menjawab, "Lihat itu benar-benar kakimu, tetapi kalau kamu merasa itu bukan kakimu lalu dimana kakimu yang sebenarnya?", pasien terlihat agak bingung dan kemudian ia menjawab "saya tidak tahu... dimdna kaki saya dokter?, saya tidak menemukannya, kaki saya hUang, kaki saya hUang ". (Pinel, 1993)

Dalam kasus tersebut secara fisik ia tetap dapat menggerakkan kedua kakinya, tetapi secara psikologis ia gagal mencapai kesadaran bahwa kakinya masih ada dan tetap dapat bergerak. Oleh karena itu terbukti bahwa perilaku tidak semata-mata disebabkan oleh faktor psikologis.

Contoh konkrit dari fenomena perilaku tidak semata-mata disebabkan oleh faktor fisiologis dapat kita lihat dari penelitian Gallup (1983) terhadap beberapa ekor simpanse yang bereksplorasi didepan cermin. Saat mereka sudah terbiasa dengan cermin (simpanse sudah memiliki kesadaran diri bahwa simpanse yang tampak dalam cermin bukan simpanse lain, tetapi refleksi dirinya), maka Gallup mengecat kuping dan alis simpanse tersebut dengan cat warna merah. Saat simpanse melihat bayangannya di cermin maka ia mulai memegangmegang bagian merah dari mukanya, secara psikologis ia merasa bingung dan aneh akan perubahan  mukanya. Manusia pun akan berperilaku sama seperti simpanse itu apabila pada suatu pagi ia terbangun dan muncul bintik-bintik merah di mukanya karena proses psikologis yang terjadi sama dengan yang dialami oleh simpanse tersebut.

Hal tersebut membuktikan bahwa perilaku tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor fisiologis tetapi faktor psikologispun berperan dalam menimbulkan perilaku. Jadi cara berpikir yang dikotomis mengenai penyebab perilaku sangatlah tidak menguntungkan.


b. Berpikir dikotomi mengenai perilaku yang disebabkan olehfaktor nature atau nurture  Pada kenyataannya bukan hanya faktor nature dan nurture saja yang mempengaruhi perkembangan perilaku, perkembangan janin, nutrisi, stress, dan stimulasi sensoris juga memegang peranan penting dalam perkembangan perilaku.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa perkembangan perilaku bukan hanya dipengaruhi oleh faktor genetik tetapi juga oleh faktor lingkungan (termasuk didalamnya proses belajar dan pengalaman). Oleh karena itu pertanyaan yang muncul dalam cara berpikir dikotomi yang mempertanyakan apakah faktor genetik atau faktor belajar yang berperan, berubah menjadi "berapa besarperan faktor genetikdan berapa besarperan faktor lingkungan dalam perkembangan perilaku?". Tetapi pertanyaan seperti ini sebenarnya tidak akan pernah terjawab dan hanyasebuah pertanyaan konyol karena padakenyataannnyakapasitas perilaku,

contohnya seperti inteligensi, tercipta melalui kombinasi faktor genetik dan pengalaman yang perannya sama besar. Analoginya dapat kita lihat pada contoh berikut ini:

Ada seorang mahasiswi yang menanyakan kebenaran hasil sebuah penelitian yang menyatakan bahwa 1/3 bagian inteligensi dipengaruhifaktor genetik dan 2/3 bagiannya dipengaruhi faktor pengalaman. Pada mahasiswi tersebut kemudian diberikan pertanyaan. Apabila kita mendengarkan sebuah musik yang sangat indah dan menyentuh hati kita, maka apa yang akan kita perbuat untuk mengetahui lebih lanjut tentang musik tersebut, manakah cara yang paling tepat, apakah kita akan menanyakan pemain musiknya ataukah kita akan bertanya pada alat musiknya? Mahasiswi tersebut tertawa dan menjawab bahwa hal tersebut tidak mungkin untuk dijawab karena musik yang kita dengar adalah hasil kombinasi antara keindahan bunyi yang dihasilkan oleh alat musik dan keahlian pemusik dalam memainkannya. Demikian pula halnya denganfaktor genetik dan faktor pengalaman yang mempengaruhi inteligensi.lnteligensi adalah hasil kombinasi antara

1. Evolusi mempengaruhi faktor genetik yang berpengaruh pada perilaku
2. Setiap gen individu mengembangkan sistem saraf yang memiliki karakteristik sendiri
3. Perkembangan sistem saraftiap individu tergantung pada interaksinya dengan
    lingkungan (contoh pengalaman)
4. Kapasitas dan tendensi perilaku individu tergantung pada polaaktivitas neural yangkhas,
    misalnyapikiran,perasaan, memori, dan sebagainya
5. Perilaku tiap individu muncul dari interaksi antara pola aktivitas neural dan persepsi  
    individu terhadap situasi saat itu
6. Keberhasilan perilaku individu memungkinkan gen yang mengandung perilaku untuk
    diturunkan pada generasi selanjutnya.


Oleh karena itu untuk memahami perkembangan perilaku, para ahli biopsikologi mengajukan sebuah pilihan cara berpikir yang berbeda daricara berpikir dikotomi yang tidak menguntungkan dan cara berpikir yang mempertanyakan besar peran masing-masing faktor dalam perkembangan perilaku.

Cara berpikir biopsikologi dalam memahami perkembangan perilaku dapat dilihat melaluibagan 1.2. di bawah ini yang sederhana dan logis. Keenam tahap tersebut mencerminkan satu premis, yaitu bahwa perilaku adalah hasil dari interaksi antara tiga faktor, yaitu:
 (1) kapasitas genetik individu yang merupakah hasil dari evolusi,
(2) pengalaman,
(3) persepsi individu terhadap situasi yang dihadapinya.

 
D. PERKEMBANGAN PERILAKU (INTERAKSI ANTARA FAKTOR GENETIK DAN
PENGA LA MAN)

Di bawah ini akan dikemukakan beberapa contoh hasil penelitian yang intinya menunjukkan bahwa perkembangan perilaku adalah hasil interaksi antara faktor genetik dan pengalaman.

1. Seleksi Perkembangbiakan Tikus "Pintar" dan Tikus "Bodoh" Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa perilaku tidak semata-mata didominasi oleh faktor pengalaman.Dalam penelitian ini Tryon (1934; Pinel, 1993) berusaha membuktikan bahwa perilaku yang baik dapat dikembangkan melalu pcmilihan keturunan (faktor genetik). Dalam penelitian ini, tikus yang dikategorikan pintar adalah tikus yang sedikit sekali melakukan kesalahan ketika menyusuri lorong maze. Sedangkan tikus yang bodoh adalah tikus yang banyak melakukan kesalahan ketika menyusuri lorong maze. Ketika tikus-tikus tersebut telah mencapai kemasakan seksual, tikus jantan yang paling pintar dipasangkan dengan tikus betina yang paling pintar, demikian juga dengan yang bodoh. Dari keturunan pertama ini dipilih lagijantan yang paling pintar dengan betina yang paling pintar, demikian selanjutnya sampai 21 generasi. Pada generasi ke tujuh mulai tampak perbedaan yang jelas antara keturunan tikus yang pintar dan tikus yang bodoh. Tikus yang paling bodoh dari keturunan tikus pintar menunjukkan kesalahan yang lebih sedikit dari pada tikus terpintar dari keturunan tikus bodoh.

Untuk menghindari bias dari pola asuh, Tryon mengambil sampel beberapa anak tikus keturunan pintar untuk diasuh oleh tikus bodoh, dan beberapa anak tikus keturunan bodoh diasuh oleh tikus pintar (crossfostering atau asuh-silang). Tapi hasil menunjukkan bahwa anak tikus keturunan pintar yang diasuh oleh tikus bodoh tetap menunjukkan lebih sedikit kesalahan dibandingkan anak tikus keturunan bodoh, demikian juga sebaliknya, anak tikus keturunan bodoh yang diasuh tikus pintar tetap menunjukkan lebih banyak kesalahan dibandingkan anak tikus keturunan pintar.

Walaupun hasil dari penelitian Tyron menunjukkan bukti yang nyata bahwa genetik mempengaruhi perkembangan perilaku, namun ada beberapa ahli yang meragukan hasil tersebut karena definisi "pintar" dalam percobaan ini hanya dibatasi pada kemampuan menyusuri lorong maze, ada kemungkinan keberhasilan menyusuri maze bukan semata mata disebabkan oleh keturunan faktor inteligensi yang tinggi tetapi juga oleh ketajaman mata, atau lebih mudah lapar (sehingga lebih agresif dalam mendapatkan makanan di luar pintu maze).

Untuk menunjukkan kelemahan hasil penelitian tersebut, Cooper dan Zubek (1958; Pinel, 1993) mengembang biakkan tikus "pintar" dan "bodoh" seperti pada penelitian Tyron tetapi dengan menunjukkan pengaruh lingkungan dalam perkembangan inteligensi. Tikus yang pintar dan yang bodoh diasuh dalam satu kandang yang sarnatetapi dengan kondisi yang berbeda. Kandang pertama hanya berupa kandang biasa, sedangkan kandang kedua berupa kandang yang telah dimodifikasi dengan lorong-lorong kecil, benda-benda yang memiliki daya tarik visual, dan benda-benda lain yangbertujuan untuk menstimulasi atau merangsang daya tarik tikus.

Setelah mencapai kedewasaan, tikus bodoh tidak menunjukkan kesalahan yang lebih besar daripada tikus pintar apabila ia diasuh dalam kandang yang dimodifikasi. Sebaliknya tikus pintar menunjukkan kesalahan yang hampir sarnadengan tikus bodoh apabila ia diasuh dalam kandang konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman dapat mengurangi efek negatif dari faktor genetik yang kurang baik.


2. Phenylketonuria: Penyimpangan Metabolisme Gen Tunggal Kita lebih mudah mengenali faktor genetik yang menyebabkan penyimpangan perilaku, daripada mengenali faktor genetik pada perkembangan perilaku yang normal. Hal tersebut terjadi karena dalam perilaku yangnormal banyak sekali faktor genetik yang mempengaruhi, sedangkan dalam perilaku yang tidak normal hanya dibutuhkan satu macam gen menyimpang.

Contoh yang mudah dilihat adalah penyimpangan neurologis yang disebut dengan phenylketonuria atau PKU. PKU ditemukan tahun 1934 oleh Asbjom FoIling, seorang dokter gigi Norwegia yang curiga pada bau yang ditimbulkan dari urine dua orang pasiennya yang mengalami keterbelakangan mental (Mental Retarded / MR). Ia menduga bahwa ada kaitan antara bau tersebut dengan penyimpangan pasiennya.

Setelah dilakukan analisis terhadap urine mereka, tampak bahwa ada perbedaan kandungan zat-zat dalam urine mereka dibandingkan orang normal. Folling kemudian mengumpulkan lagi sejumlah sampel urine dari para penderita MR dan hasilnya menunjukkan kesamaan. Symptom dari MR ini adalah mudah muntah, kejang, hiperaktifitas dan hiperiritabilitas.

Penyimpangan ini disebabkan oleh mutasi satu buah gen dalam tubuh manusia yang diturunkan dari kedua orangtuanya. Gen PKU bersifat resesif, sehingga penyimpangan MR baru akan muncul pada individu "homozygous" (mewarisi gen PKU dari ayah dan dari ibunya, sehingga sifat PKU yang resesif pada orangtuanya menjadi bersifat dominan pada anaknya). Homozigot PKU tidak dapat memproduksi enzim phenylalanine hydroxylase yang mengubah asam aminophenylalanine menjadi tyrosine. Akibatnya phenylalanine yang tidak dapat dicerna ini mengganggu perkembangan otak.

Beberapa rumah sakit modern sekarang ini memberlakukan diet pengurangan phenylalanine pada bayi dan ibu hamil yang urinenya menunjukkan kandungan asampheny Ipyruvic yang sangat tinggi. Cara pencegahan ini umumnya dapat menurunkan kerusakan otak yang disebabkan oleh PKU yang homozigot.

Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan PKU adalah hasil dari interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan (diet pengurangan phenylalanine). Dalam kasus ini "waktu" untuk mengkombinasikan pengaruh faktor lingkungan terhadap faktor genetik juga memegang peranan penting. Semakin dini interaksi itu dilakukan, maka serangan PKU terhadap otak semakin rendah. Tetapi apabila interaksi itu dilakukan saat otak telah berkembang dengan sempurna, maka perubahan yang terjadi hampir tidak tampak.

MENTAL POWER; Sebagai persiapan menghadapi ujian nasional (UN)


Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain. Dalam pandangan ilmu psikologi, manusia dikenal sebagai makhluk biopsikososial-spiritual. Yaitu makhluk yang terbentuk atas 4 (empat) hal; biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Ke-empat hal inilah yang akan mempengaruhi kehidupan manusia. Jika keadaan jiwa atau psikis seseorang kurang baik, maka keadaan jiwa yang kurang baik tersebut akan mempengaruhi aktualisasi dari kehidupannya. Demikian halnya jika keadaan jiwa atau psikisnya baik, maka aktualitas dari kehidupannya pun akan baik. Sehingga untuk mendapatkan manusia paripurna (insan kamil) diperlukan adanya keselarasan dari ke-empat komponen tersebut. Tidak terkecuali Pelajar sebagai salah satu bagian dari manusia pada umumnya.
Bagi seorang pelajar tugas-tugas sekolah, peraturan-perauran dan ujian-ujian yang ada disekolah ini terkadang menjadi momok yang menakutkan bagi mereka. Terlebih lagi jika ujian yang dihadapinya adalah ujian penentu LULUS atau TIDAK nya seseorang, maka dia akan menjadi lebih cemas dan takut untuk menghadapinya.
Kecemasan-kecemasan dan atau ketakutan-ketakutan yang dirasakan oleh para pelajar ini perlu diwaspadai, karena kecemasan dan ketakutan tersebut jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi boomerang yang mematikan baginya.
Santoso (2007) mengatakan jika seseorang selalu memikirkan ketakutan dan kecemasan maka semua ketakutan dan kecemasan yang dia pikirkan tersebut akan tertarik masuk kedalam kehidupannya dan Dia menjadi orang yang hidup dengan penuh ketakutan dan kekhwatiran sebagaimana yang dia pikirkan. Jika seseorang selalu memikirkan kebahagian dan keberhasilan maka segala bentuk kebahagiaan dan keberhasilan yang dia pikirkan tersebut akan tertarik masuk ke dalam kehidupannya sehingga dia menjadi orang yang hidup dengan penuh kebahagiaan dan keberhasilan.
Permasalahan seperti diatas inilah yang sering dihadapi oleh pelajar ketika akan menghadapi UN. Karena untuk menghadapi UN ini ada tiga hal yang harus disiapkan oleh siswa, yaitu persiapan akademis, mental, dan spiritual. Persiapan akademis sudah banyak dilakukan melalui try out dan pendalaman materi UN di sekolah namun untuk mental dan spiritual masih sangat minim untuk dilakukan.
Menjelang ujian biasanya banyak siswa-siswa yang mengaku mengalami stress, takut, was-was, dan gangguan-gangguan psikologis lainnya. Terlebih lagi mengingat pada ujian Nasional tahun ajaran 2010/2011 yang lalu angka kelulusan MA di Surakarta menempati peringkat terendah setelah SMA dan SMK.
Tahun 2011dari total peserta UN SMA dan sederajat, menurut Sekretaris II Panitia Ujian Nasional (UN) 2011 Kota Solo, Budi Setiono, tingkat kelulusan siswa SMK mencapai 99,81%. Angka tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan angka kelulusan peserta SMA sebesar 97,99% serta kelulusan siswa MA yang tercatat 97,66% (Solopos.minggu 15/5).
Sehingga hal ini perlu diperhatikan oleh guru terlebih lagi guru BK. Untuk mengatasi semua ini kiranya perlu dibangun mental power pada diri siswa.Mental power ini menurut Hamzehloui (2011) ini sangat penting untuk keberhasilan seseorang dalam kehidupannya. Menurutnya untuk menumbuhkan mental power ini ada 8 langkah yang harus dilakukan:
1.      Lupakan masalalu yang bersifat negatif.
2.      Jangan pernah berpikir negatif
3.      Fokus pada masa depan dan semua hal yang diinginkan
4.      Menvisualisasikan segala yang diinginkan dalam realita kehidupan
5.      Jangan percaya dengan istilah kegagalan yang ada hanyalah; ingat menang atau belajar tidak ada kegagalan.
6.      Fleksibel dalam hidup jangan takut untuk mencoba.
7.      Yakin bahwa kita bisa mendapatkan apapun yang kita inginkan
8.      Positive thingking

Upaya mempersiapkan mental ini menurut Susilowati (2008) diupayakan dengan cara berpikir positif, memiliki motivasi tinggi, percaya diri dan mampu mengendalikan emosi.
 Apabila setiap siswa bisa melakukannya maka ini akan sangat membantunya ketika menghadapi ujian akhir nasional.