WELCOME TO MY PSYCHOLOGY

Selamat datang di blog psikologiku-dunia psikologi... semoga bermanfaat

Kamis, 26 Januari 2012

JENIS-JENIS ABNORMALITAS


JENIS-JENIS ABNORMALITAS
 
Secara umum, penyebab terjadinya abnormalitas dapat di klasifikasikan menjadi dua, yaitu yang disebabkan oleh gangguan biologis dan gangguan psikologis. Tentunya kedua sumber penyebab ini saling berinteraksi atau bahkan saling menguatkan menyebabkan abnormalitas. 
 
Kali ini, pembahasan kita tentang abnormalitas diarahkan kepada gangguan biologis. Gangguan biologis penyebab abnormalitas bisa karena gangguan congenital, gangguan kromoson (struktur genetika), paparan bahan-bahan kimia, dan penyebab biologis lain. Untuk pembahasan lebih rinci, kita akan bahas pada bahasan lain. Pada kesempatan ini, kita tuntaskan pada pembahasan gangguan abnormalitas yang berhubungan dengan kromosom dan gen. 
 
Pada beberapa kasus, abnormalitas memberi ciri pada proses genetik. Beberapa abnormalitas ini meliputi seluruh kromosom yang tidak terpisah dengan benar pada pasa pembelahan sel (fase miosis). Abnormalitas lain dihasilkan dengan adanya pewarisan gen yang abnormal atau adanya mutasi gen. 
 
Kadang saat gamet dibentuk. Sperma dan sel telur tidak mempunyai rangkaian normal 23 pasang kormosom. Contoh yang paling jelas adalah sindrom down dan abnormalitas kromosom jenis kelamin.
 
Abnormalitas Yang Berhubungan dengan Kromosom  
Sindrom Down  
Seseorang dengan sindrom down memiliki wajah yang bulat, tulang tengkorak yang datar, lipatan kulit ekstra diatas kelopak mata, lidah yang panjang, tangan dan kaki yang pendek, dan keterbelakangan dalam kemampuan mental dan motorik.  
 
Sindrom ini disebakan oleh adanya duplikasi ektra dari kromosom 21. Tidak diketahui mengapa kromosom ektra dapat muncul, tetapi kesehatan dari sperma laki-laki dan sel telur perempuan dapat terlibat.  
 
Sindrom down muncul pada sekitar satu dalam setiap 700 kelahiran. Wanita antara umum 18 hingga 38 lebih tidak mungkin melahirkan bayi dengan sindrom down dibandingkan dengan waniya yang lebih muda atau yang lebih tua.  
 
Abnormalitas yang Berhubungan dengan Jenis Kelamin  
 
Bayi yang baru lahir memiliki kromosm X dan Y, atau dua kromosom XY untuk laki-laki dan XX untuk perempuan. Embrio manusia haru memiliki setidaknya satu kromosom X untuk dapat tumbuh. Abnormalitas kromosom yang berhubungan dengan jenis kelamin yang paling umum melibatkan adanya kromosm ekstra (baik X atau Y) atau ketiadaan satu kromosom X pada perempuan.
 
Sindrom Klinefelter  
 
Sindrom klinefelter merupakan kelainan genetik di mana laki-laki memiliki kromosom X ektra, membuat mereka menjadi XXY dan bukan XY. Laki-laki dengan kelainan ini memiliki testis yang tidak berkembang, dan mereka biasanya memiliki dada yang besar dan tumbuh tinggi. Sindrom klinefelter terjadi sekitar satu dalam setiap 800 kelahiran hidup anak laki-laki.  
 
Sindrom Fragile X   
 
Sindrom fragile X adalah kelainan genetic yang merupakan akibat dari abnormalitas dalam kromosom X, yang menjadi terhimpit dan sering pecah. Defesiensi mental sering menjadi konsekuensi tetapi defesiensi ini mungkin mengambil bentuk berupa keterbelakangan mental, gangguan belajar, atau rentang perhatian yang pendek. Kelainan ini lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, kemungkinan pada kromosom X kedua pada perempuan dan menegasikan efek negative gangguan ini. 
 
Sindrom Turner 
 
Sindrom turner adalah kelainan kromosom pada perempuan di mana sebuah kromosm X hilang dan menjadikan pemiliknya XO dan bukan XX, atau kromosom kedua terhapus sebagian. Perempuan dengan sindrom ini berpostur pendek dan mempunyai leher yang tersambung oleh membran kulit. Mereka dapat tidak subur dan mengalami kesulitan matematika, tetapi kemampuan verbal biasanya cukup baik. Sindrom turner terjadi kira-kira 1 dari setiap 2500 kelahiran.  
 
Sindrom XYY  
 
Sindrom XYY merupakan kelainan kromosom dimana laki-laki memiliki kromosom Y ekstra. Ketertarikan awal pada sindrom ini terfokus pada keprcayaan bahwa kromosom Y esktra yang ditemukan pada beberapa laki-laki menyumbang terhadap perilaku agresi dan kekerasan. Meskipun demikian, peneliti kemudian menemukan bahwa laki-laki XYY tidak lebih mungkin melakukan kejahatan daripada laki-laki XY.
 
Nama
Deskripsi
Perawatan
Frekuensi
Sindrom Down
Sebuah kromosm ekstra yang menyebabkan keterbelakangan ringan dan berat serta abnormalitas fisik
Operasi, intervesi dini, stimulasi pada bayi, dan program belajar khusus
1 dari 1900 kelahiran (usia 20)
1 dari 300 kelahiran (usia 35)
1 dari 30 kelahiran (usia 45)
Sindrom Klinefelter
Sebuah kromosom X ekstra yang menyebabkan abnormalitas fisik
Terapi hormone dapat efektif
1 dari 800 pada laki-laki
Sindrom fragile X
Sebuah abnormalitas dalam kromosom X dan menyebabkan keterbelakangan mental, gangguan belajar dan rentang perhatian yang pendek
Pendidikan khusus, terapi bicara dan bahasa
Lebih umum pada laki-laki dibandingkan pada perempuan
Sindrom Turner
Kromosom X yang hilang pada perempuan dapat menyebabkan keterbelakangan mental dan hambatan perkembangan seksual
Terapi hormone pada masa kanak-kanak dan pubertas
1 dari 2500 kelahiran perempuan
Sindrom XYY
Kromosm Y ekstra dapat menyebabkan tinggi badan di atas rata-rata
Tidak ada perawatan khusus yang diperlukan
1 dari 1000 kelah

Abnormalitas yang Berhubungan dengan Gen 

Abnormalitas dapat disebabkan oleh jumlah kromosom yang bervariasi; juga dapat disebabkan oleh gen yang berbahaya. Lebih dari 7000 gangguan genetik seperti ini telah diidentifikasi, meskipun sebagian besar gangguan ini jarang terjadi. 

Phenylketonuria (PKU)
Phenylketonuria (PKU) adalah kelainan genetik dimana individu tidak dapat mencerna phenylalanine dengan benar (suatu asam amino). Hal ini diakibatkan oleh gen resesif dan terjadi sekitar 1 dalam setiap 10000 hingga 20000 kelahiran hidup. Jika phenylketonuria dibiarkan tidak dirawat, berakibat pada keterbelakangan mental dan hiperaktivitas. Phenylketonuria merupakan penyebab sekitar 1 persen dari individu yang dirawat karena keterbelakangan mental, dan biasanya terjadi pada orang kulit putih. Kini phenyketonuria dapat dideteksi dengan mudah dan disembuhkan dengan diet yang mencegah penimbunan phenylalanine secara berlebihan.
Cerita phenyketonuria memiliki implikasi penting bagi masalah nature-nuture, meskipun phenyketonuria merupakan gangguan genetik (nature), bagaimana atau apakah pengaruh sebuah gen dalam  phenyketonuria ditampilkan dapat bergantung pada pengaruh lingkungan, mengingat gangguan tersebut dapat disembuhkan. Karena itu, adanya cacat genetik tidak secara otomatis mengarah pada perkembangan kelainan ini jika individunya berkembang dalam lingkungan yang benar.

Sickle-cell Anemia
Sickle-cell anemia lebih sering tejadi pada orang Afrika-Amerika, merupakan kelainan genetik yang merusak sel darah merah tubuh. Sel darah merah biasanya terbentuk seperti lingkaran datar, tetapi dalam sickle-cell anemia, gen reseseif menyebabkan sel tersebut seperti menjadi “sabit”. Sel ini mati dengan cepat, menyebabkan anemia dan kematian dini penderitanya karena kegagalannya membawa oksigen ke sel-sel tubuh. Sekitar 1 dari 400 bayi Afrika Amerika terserang penyakit ini. 1 dari 10 orang Amerika pembawa gen, begitupula 1 dari 20 orang Latin.
Penyakit lain yang diakibatkan dari abnormalitas genetic termasuk cystic fibrosis, diabetes, hemofili, spina bifida, dan penyakit tay-sachs serta kelainan genetik lain yang belum teridentifikasi.
Nama
Deskripsi
Perawatan
Frekuensi
Cystic fibrosis
Disfungsi kelenjar yang mengganggu produksi cairan; pernapasan dan pencernaan terbatas, mengakibatkan rentang hidup pendek
Terapi fisik dan oksigen, enzim sintesis dan antibiotic, sebagian besar individu hidup hingga paru baya
1 dalam 2000 kelahiran
Diabetes
Tubuh tidak cukup mengahasilkan insulin, yang menyebabkan metabolisme gula yang abnormal
Diabetes pada usia dini dapat berakibat fatal kecuali dirawat dengan insulin
1 dalam 2500 kelahiran
Hemofilia
Pengumpalan darah yang tertunda menyebabkan pendarahan dalam dan luar
Transfusi/suntikan darah dapat menurunkan atau mencegah kerusakan karena pendarahan dalam
1 dalam 10000
Phenyketonuria
Gangguan metabolism yang jika dibiarkan tidak dirawat menyebabkan keterbelakangan mental
Diet khusus untuk menghasilkan intelegensi rata-rata dan rentang hidup yang normal
1 dalam 14000 kelahiran
Sickle-cell anemia
Kelainan darah yang membatasi suplai oksigen tubuh, dapat menyebabkan pembesaran sambungan tulang, juga gagal jantung dan ginjal
Penisilin, pengobatan untuk rasa sakit, antibiotic, dan trasfusi darah
1 dalam 400 anak Afrika-Amerika (lebih rendah daripada kelompok lain)
Spina bifida
Gangguan pembuluh saraf yang menyebabkan abnormalitas otak dan tulang belakang
Operasi perbaikan pada saat kelahiran, alat ortopedi, dan terapi fisik/medis
2 dalam 1000 kelahiran
Penyakit Tay-sachs
Deselerasi perkembangan mental dan fisik oleh penimbunan lemak dalam system saraf
Pengobatan dan diet khusus digunakan, tetapi kematian mungkin terjadi pada usia 5 tahun
1 dalam 30 Yahudi-Amerika adalah pembawa


Sabtu, 21 Januari 2012

TEMPER TANTRUM

Temper Tantrum; Ledakan Emosi Anak

Sujoko, S.Psi, S.Pd.I, M.Si
Orangtua yang mempunyai anak balita (bawah lima tahun) mungkin pernah mengalami suatu waktu ketika sang anak ingin dibelikan sesuatu atau ingin memiliki sesuatu dan permintaannya tidak dituruti maka tanpa di duga, si anak menangis sekeras-kerasnya bahkan sampai berguling-guling di lantai. Anda tentu menjadi jengkel, tapi si anak semakin menjadi-jadi tangisnya. 

Itulah yang disebut Temper Tantrum (mengeluarkan amarah yang hebat untuk mencapai maksudnya), suatu letupan amarah anak yang sering terjadi pada usia 2 sampai 4 tahun di saat anak menunjukkan kemandirian dan sikap negativistiknya. Perilaku ini seringkali disertai dengan tingkah yang akan membuat Anda semakin jengkel, seperti menangis dengan keras, berguling-guling di lantai, menjerit, melempar barang, memukul-mukul, menyepak-nyepak, dan sebagainya. Bahkan pada anak yang lebih kecil, diiringi pula dengan muntah atau kencing di celana. 

Mengapa Temper Tantrum ini bisa terjadi ? Hal ini disebabkan karena anak belum mampu mengontrol emosinya dan mengungkapkan amarahnya secara tepat. Tentu saja hal ini akan bertambah parah jika orang tua tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada anaknya, dan tidak bisa mengendalikan emosinya karena malu, jengkel, dan sebagainya. 

Ada beberapa penyebab dasar terjadinya tantrum, antara lain : anak mencari perhatian, lelah, lapar atau tidak nyaman. Sebagai tambahan, tantrum kadang terjadi karena anak frustasi pada dunia, misalnya tidak mendapatkan yang diinginkan. Frustasi pada anak bukan sesuatu yang tidak dapat diterima karena justru ia akan belajar mengenal orang lain, objek atau dirinya sendiri

Beberapa penyebab konkrit yang membuat anak mengalami Temper Tantrum adalah :
  1. Anak terlalu lelah, sehingga mudah kesal dan tidak bisa mengendalikan emosinya.
  2. Anak gagal melakukan sesuatu, sehingga anak menjadi emosi dan tidak mampu mengendalikannya. Hal ini akan semakin parah jika anak merasakan bahwa orang tuanya selalu membandingkannya dengan orang lain, atau orang tua memiliki tuntutan yang tinggi pada anaknya.
  3. Jika anak menginginkan sesuatu, selalu ditolak dan dimarahi. Sementara orang tua selalu memaksa anak untuk melakukan sesuatu di saat dia sedang asyik bermain, misalnya untuk makan. Mungkin orang tua tidak mengira bahwa hal ini akan menjadi masalah pada si anak di kemudian hari. Si anak akan merasa bahwa ia tidak akan mampu dan tidak berani melawan kehendak orang tuanya, sementara dia sendiri harus selalu menuruti perintah orang tuanya. Ini konflik yang akan merusak emosi si anak. Akibatnya emosi anak meledak.
  4. Pada anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan mentalnya, sering terjadi Temper Tantrum, di mana dia putus asa untuk mengungkapkan maksudnya pada sekitarnya.
  5. Yang paling sering terjadi adalah karena anak mencontoh tindakan penyaluran amarah yang salah pada ayah atau ibunya. Jika Anda peduli dengan perkembangan anak Anda, periksalah kembali sikap dan sifat-sifat kita sebagai orangtua.
Beberapa hal yang bisa orangtua lakukan untuk mengatasinya :
  • Yang paling utama adalah orangtua harus menjadi contoh yang baik bagi anak. Jika Anda marah, salurkanlah itu secara tepat. Anda harus ingat, bahwa anak merekam setiap kejadian yang positif maupun negatif yang terjadi di sekitarnya. Jika tanpa Anda sadari anak Anda sudah merekam sifat-sifat Anda yang buruk, atau dia melihat si Ayah memukul Ibunya, bisa dipastikan peristiwa itu akan membawa pengaruh buruk dalam hidupnya kelak.
  • Jika anak ingin bermain dan tidak ingin diganggu, berilah kesempatan secara bijaksana kepadanya. Jangan terlalu mengekang, dan beri kepercayaan bahwa dia bisa bermain dan bergaul dengan baik.
  • Jika Anda terpaksa harus berseberangan pendapat dengan si anak saat dia mengamuk, kemukakan pendapat Anda secara tegas, tetapi lembut. Jangan membentaknya, apalagi sampai mengucapkan kata-kata yang tidak pantas. Atur emosi Anda, karena dia tidak sedang bermusuhan dengan Anda, dan dia bukan musuh Anda. Abaikan tangisnya dan ajaklah dia berbicara dengan lembut. Jelaskan kepadanya mengapa Anda tidak memberinya mainan yang dia ingini dengan alasan yang jujur dan tidak dibuat-buat. Jelaskan dengan sabar sampai dia mengerti maksud Anda yang sebenarnya, karena saat itu adalah konflik yang sedang dialami oleh si anak. Pastikan bahwa ia bisa mengerti maksud Anda dengan baik, karena konflik yang berakhir menggantung, akan muncul di kemudian hari dengan bentuk yang tidak pernah Anda duga sebelumnya. Sekali lagi, atur emosi Anda. Mungkin Anda malu dilihat banyak orang di supermarket. Tapi ingatlah akan perkembangan emosi anak Anda. Bisa Anda bayangkan apa yang terjadi jika Anda terbawa emosi dan rasa malu, dan Anda bersikap keras kepada anak Anda.
Ajarlah anak Anda untuk berlatih menguasai dan mengendalikan emosinya. Anda bisa mengajaknya bermain musik, melukis, bermain bola, atau permainan lainnya. Lewat permainan-permainan tersebut, anak belajar untuk menerima kekalahan, belajar untuk tidak sombong jika menang, bersikap sportif, dan belajar bersaing secara sehat. Tapi ingat, jangan sekali-kali Anda bermain curang. Mungkin Anda pikir ini hanya sekedar permainan. Tapi anak akan berpikir dan menerapkan pada dirinya, bahwa berlaku curang itu sah-sah saja.

Rabu, 18 Januari 2012

PERKEMBANGAN REMAJA


PERKEMBANGAN REMAJA




Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).

Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.

Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.

Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).

Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial.

Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja

1.      Perkembangan fisik
Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).

2.      Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.

Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).

Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.

Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).

Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain” (Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia & Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel.

Personal fabel adalah "suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar" . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :

“Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive] oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.

Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., 

3.      Perkembangan kepribadian dan social
Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).

Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.

Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).

Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).

Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.
  1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
  2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
  3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
  4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
  5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

Tugas perkembangan remaja
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :
  • memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
  • memperoleh peranan sosial
  • menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
  • memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
  • mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
  • memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
  • mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
  • membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).

Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.


Sumber Pustaka
Aaro, L.E. (1997). Adolescent lifestyle. Dalam A. Baum, S. Newman J. Weinman, R. West and C. McManus (Eds). Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine  
65-67). Cambridge University Press, Cambridge.

Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M. (1993). Perceived consequences of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal of Developmental Psychology, 29(3), 549-563

Conger, J.J. (1991). Adolescence and youth (4th ed). New York: Harper Collins

Deaux, K.,F.C,and Wrightman,L.S. (1993). Social psychology in the ‘90s (6th ed.). California : Brooks/Cole Publishing Company.

Gunarsa, S.D. (1988). Psikologi remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Gunarsa, S.D. (1990). Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill.

Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha.

Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. (1991) Psikologi perkembangan : Pengantar dalam berbagai bagiannya (cetakan ke-7). Yogya: Gajah Mada University Press.

Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill

Rice, F.P. (1990). The adolescent development, relationship & culture (6th ed.). Boston: Ally & Bacon

Santrock, J.W. (2001). Adolescence (8th ed.). North America: McGraw-Hill.